Manifesto Politik Gen-Z: Suara Generasi yang Tak Bisa Diabaikan
5 jam lalu
Manifesto Politik Gen-Z menegaskan peran generasi muda dalam mendorong keberlanjutan, kesetaraan, transparansi, dan partisipasi politik melalui
***
Di era digital di mana scroll feed media sosial lebih cepat daripada pidato pemimpin negara, Generasi Z mereka yang lahir antara 1997 hingga 2012 muncul sebagai kekuatan politik yang tak terelakkan. Kami bukan lagi anak muda yang hanya nge-like atau share isu sosial; kami adalah arsitek masa depan yang siap merebut panggung politik.
Manifesto Politik Gen-Z ini bukan sekadar dokumen teori dari kelas komunikasi politik, tapi panggilan aksi nyata. Bayangkan: sebuah dunia di mana keadilan bukan janji kampanye, tapi kenyataan sehari-hari. Ini adalah visi kami, yang lahir dari kekecewaan terhadap sistem lama dan semangat untuk membangun yang baru.
Mengapa Gen-Z Harus Berbicara Sekarang?
Gen-Z tumbuh di tengah badai krisis global: pandemi yang mengubah cara kita belajar dan bekerja, perubahan iklim yang mengancam rumah kita, dan ketidaksetaraan ekonomi yang membuat mimpi milenial terasa seperti utopia. Menurut survei Pew Research Center (2023), 70% Gen-Z di seluruh dunia merasa politik tradisional gagal menangani isu-isu ini. Di Indonesia, kami menyaksikan bagaimana pemilu 2024 menjadi ajang kontestasi digital, di mana TikTok dan Instagram lebih berpengaruh daripada debat televisi. Komunikasi politik bukan lagi monolog dari elite, tapi dialog dua arah yang kami tuntut.
Kami, Gen-Z, adalah generasi pertama yang benar-benar "native digital". Kami tahu bagaimana memanfaatkan algoritma untuk amplifikasi suara, seperti gerakan #GerakanIndonesiaBebasPlastik yang viral di Twitter. Manifesto ini adalah manifestasi dari komunikasi politik kami: transparan, inklusif, dan berbasis data. Bukan untuk menjatuhkan, tapi untuk membangun.
Pilar Utama Manifesto Politik Gen-Z
Manifesto kami dibangun atas lima pilar inti, yang mencerminkan nilai-nilai kami: keberlanjutan, kesetaraan, inovasi, transparansi, dan partisipasi. Setiap pilar ini didukung oleh strategi komunikasi politik yang efektif, agar pesan kami tak hanya didengar, tapi juga direspons.
- Keberlanjutan Lingkungan: Bukan Janji, Tapi Aksi Nyata
Gen-Z adalah generasi yang akan mewarisi bumi yang rusak. Kami menuntut kebijakan hijau yang konkret, seperti transisi energi terbarukan 100% pada 2040, sesuai target Paris Agreement. Komunikasi politik di sini berarti kampanye digital yang melibatkan influencer muda, bukan iklan hijau yang palsu (greenwashing). Bayangkan petisi online yang mengumpulkan jutaan tanda tangan dalam semalam—seperti yang dilakukan Greta Thunberg. Di Indonesia, kami dorong moratorium tambang ilegal dan pendidikan lingkungan wajib di sekolah. - Kesetaraan Sosial: Zero Tolerance untuk Diskriminasi
Dari isu gender hingga rasial, Gen-Z menolak hierarki lama. Kami advokasi undang-undang anti-diskriminasi yang kuat, termasuk kuota perempuan dan minoritas di parlemen minimal 50%. Strategi komunikasi: storytelling melalui podcast dan Reels, di mana cerita pribadi korban menjadi senjata ampuh. Ingat #MeToo? Itu bukti kekuatan narasi kami. Di tanah air, kami ingin reformasi pendidikan yang inklusif, menghapus stigma LGBTQ+ dan memastikan akses pendidikan bagi anak desa. - Inovasi Ekonomi: Ekonomi Digital untuk Semua
Kami lahir di era gig economy, di mana pekerjaan tetap adalah mimpi. Manifesto kami menekankan pendidikan vokasi digital, subsidi startup muda, dan pajak adil untuk raksasa tech seperti Gojek atau Tokopedia. Komunikasi politik Gen-Z berfokus pada data visual: infografis yang menunjukkan bagaimana kebijakan ini bisa ciptakan 10 juta lapangan kerja baru. Bukan retorika kosong, tapi blueprint yang bisa diunduh dan dibagikan di WhatsApp grup mahasiswa. - Transparansi Pemerintahan: Anti-Korupsi Digital
Skandal korupsi membuat kami muak. Kami tuntut e-governance penuh, di mana anggaran negara bisa dilacak via app blockchain. Strategi: live streaming sidang DPR dan AI untuk deteksi korupsi. Di Indonesia, ini berarti memperkuat KPK dengan tools digital, agar rakyat bisa "audit" langsung. Gen-Z percaya, transparansi adalah kunci kepercayaan—dan kepercayaan adalah fondasi demokrasi. - Partisipasi Muda: Politik Bukan Hak Orang Tua
Usia minimum pencalonan harus diturunkan menjadi 21 tahun, dan pendidikan politik wajib sejak SMA. Kami ingin platform seperti "Youth Parliament" digital untuk masukan kebijakan. Komunikasi di sini adalah gamification: voting via app yang fun, seperti Duolingo tapi untuk politik. Hasilnya? Generasi yang terlibat, bukan apatis.
Tantangan dan Harapan: Menuju Komunikasi Politik yang Baru
Tentu, manifesto ini menghadapi resistensi. Politisi lama mungkin melihat kami sebagai "pengganggu", tapi data menunjukkan sebaliknya: partisipasi pemilih Gen-Z di pemilu AS 2020 naik 20% (CIRCLE, 2021). Di Indonesia, gelombang #ReformasiDikorupsi di media sosial membuktikan kami siap berjuang. Tantangan utama adalah bridging gap dengan generasi sebelumnya melalui dialog, bukan konfrontasi.
Manifesto Politik Gen-Z ini adalah panggilan untuk semua: politisi, akademisi, dan sesama pemuda. Mari kita ubah komunikasi politik dari top-down menjadi bottom-up. Bagikan manifesto ini, diskusikan di kelas, atau bahkan adaptasi untuk kampanye lokal. Masa depan bukan milik yang berkuasa hari ini, tapi milik kami yang berani bermimpi besok.
Gen-Z bukan masa depan; kami adalah sekarang. Siapkah Anda bergabung?
Shabirina Salsabila, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang

Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Baca Juga
Artikel Terpopuler